Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri,
itulah sebutan Bekasi tempo dulu sebagai Ibukota Kerajaan Tarumanagara
(358-669). Luas Kerajaan ini mencakup wilayah Bekasi, Sunda KElapa, Depok,
Cibinong, Bogor hingga ke wilayah Sungai Cimanuk di Indramayu. Menurut para
ahli sejarah dan fisiologi, leatak Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri sebagai
Ibukota Tarumanagara adalah di wilayah Bekasi sekarang.Dayeuh Sundasembawa
inilah daerah asal Maharaja Tarusbawa (669-723 M) pendiri Kerajaan Sunda dan
seterusnya menurunkan Raja-Raja Sunda sampai generasi ke-40 yaitu Ratu
Ragumulya (1567-1579 M) Raja Kerajaan Sunda (disebut pula Kerajaan Pajajaran)
yang terakhir. Wilayah Bekasi tercatat sebagai daerah yang banyak memberi
infirmasi tentang keberadaan Tatar Sunda pada masa lampau. Diantaranya dengan
ditemukannya empat prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Kebantenan.
Keempat prasasti ini merupakan keputusan (piteket) dari Sri Baduga Maharaja
(Prabu Siliwangi, Jayadewa 1482-1521 M) yang ditulis dalam lima lembar lempeng
tembaga. Sejak abad ke 5 Masehi pada masa Kerajaan Tarumanagara abad kea 8
Kerajaan Galuh, dan Kerajaan Pajajaran pada abad ke 14, Bekasi menjadi wilayah
kekuasaan karena merupakan salah satu daerah strategis, yakni sebagai
penghubung antara pelabuhan Sunda Kelapa (Jakarta).
Sejarah Sebelum Tahun 1949
Kota Bekasi ternyata mempunyai sejarah yang sangat panjang dan penuh dinamika. Ini dapat dibuktikan perkembangannya dari jaman ke jaman, sejak jaman Hindia Belanda, pundudukan militer Jepang, perang kemerdekaan dan jaman Republik Indonesia. Di jaman Hindia Belanda, Bekasi masih merupakan Kewedanaan (District), termasuk Regenschap (Kabupaten) Meester Cornelis. Saat itu kehidupan masyarakatnya masih di kuasai oleh para tuan tanah keturunan Cina.
Kondisi ini terus berlanjut sampai pendudukan militer Jepang. Pendudukan militer Jepang turut merubah kondisi masyarakat saat itu. Jepang melaksanakan Japanisasi di semua sektor kehidupan. Nama Batavia diganti dengan nama Jakarta. Regenschap Meester Cornelis menjadi KEN Jatinegara yang wilayahnya meliputi Gun Cikarang, Gun Kebayoran dan Gun Matraman.Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, struktur pemerintahan kembali berubah, nama Ken menjadi Kabupaten, Gun menjadi Kewedanaan, Son menjadi Kecamatan dan Kun menjadi Desa/Kelurahan. Saat itu Ibu Kota Kabupaten Jatinegara selalu berubah-ubah, mula-mula di Tambun, lalu ke Cikarang, kemudian ke Bojong (Kedung Gede).
Pada waktu itu Bupati Kabupaten Jatinegara adalah Bapak Rubaya Suryanaatamirharja.Tidak lama setelah pendudukan Belanda, Kabupaten Jatinegara dihapus, kedudukannya dikembalikan seperti zaman Regenschap Meester Cornelis menjadi Kewedanaan. Kewedanaan Bekasi masuk kedalam wilayah Batavia En Omelanden. Batas Bulak Kapal ke Timur termasuk wilayah negara Pasundan di bawah Kabupaten Kerawang, sedangkan sebelah Barat Bulak Kapal termasuk wilayah negara Federal sesuai Staatsblad Van Nederlandsch Indie 1948 No. 178 Negara Pasundan.
Sejarah Tahun 1949 sampai Terbentuknya Kota Bekasi
Sejarah setelah tahun 1949, ditandai dengan aksi unjuk rasa sekitar 40.000 rakyat Bekasi pada tanggal 17 Februari 1950 di alum-alun Bekasi. Hadir pada acara tersebut Bapak Mu’min sebagai Residen Militer Daerah V. Inti dari unjuk rasa tersebut adalah penyampaian pernyataan sikap sebagai berikut :
Sejarah Sebelum Tahun 1949
Kota Bekasi ternyata mempunyai sejarah yang sangat panjang dan penuh dinamika. Ini dapat dibuktikan perkembangannya dari jaman ke jaman, sejak jaman Hindia Belanda, pundudukan militer Jepang, perang kemerdekaan dan jaman Republik Indonesia. Di jaman Hindia Belanda, Bekasi masih merupakan Kewedanaan (District), termasuk Regenschap (Kabupaten) Meester Cornelis. Saat itu kehidupan masyarakatnya masih di kuasai oleh para tuan tanah keturunan Cina.
Kondisi ini terus berlanjut sampai pendudukan militer Jepang. Pendudukan militer Jepang turut merubah kondisi masyarakat saat itu. Jepang melaksanakan Japanisasi di semua sektor kehidupan. Nama Batavia diganti dengan nama Jakarta. Regenschap Meester Cornelis menjadi KEN Jatinegara yang wilayahnya meliputi Gun Cikarang, Gun Kebayoran dan Gun Matraman.Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, struktur pemerintahan kembali berubah, nama Ken menjadi Kabupaten, Gun menjadi Kewedanaan, Son menjadi Kecamatan dan Kun menjadi Desa/Kelurahan. Saat itu Ibu Kota Kabupaten Jatinegara selalu berubah-ubah, mula-mula di Tambun, lalu ke Cikarang, kemudian ke Bojong (Kedung Gede).
Pada waktu itu Bupati Kabupaten Jatinegara adalah Bapak Rubaya Suryanaatamirharja.Tidak lama setelah pendudukan Belanda, Kabupaten Jatinegara dihapus, kedudukannya dikembalikan seperti zaman Regenschap Meester Cornelis menjadi Kewedanaan. Kewedanaan Bekasi masuk kedalam wilayah Batavia En Omelanden. Batas Bulak Kapal ke Timur termasuk wilayah negara Pasundan di bawah Kabupaten Kerawang, sedangkan sebelah Barat Bulak Kapal termasuk wilayah negara Federal sesuai Staatsblad Van Nederlandsch Indie 1948 No. 178 Negara Pasundan.
Sejarah Tahun 1949 sampai Terbentuknya Kota Bekasi
Sejarah setelah tahun 1949, ditandai dengan aksi unjuk rasa sekitar 40.000 rakyat Bekasi pada tanggal 17 Februari 1950 di alum-alun Bekasi. Hadir pada acara tersebut Bapak Mu’min sebagai Residen Militer Daerah V. Inti dari unjuk rasa tersebut adalah penyampaian pernyataan sikap sebagai berikut :
Rakyat bekasi
mengajukan usul kepada Pemerintah Pusat agar kabupaten Jatinegara diubah
menjadi Kabupaten Bekasi. Rakyat Bekasi tetap berdiri di belakang Pemerintah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dan berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi, dengan wilayah terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamatan (termasuk Kecamatan Cibarusah) dan 95 desa. Angka-angka tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi dengan motto "SWATANTRA WIBAWA MUKTI".
Pada tahun 1960 kantor Kabupaten Bekasi berpindah dari Jatinegara ke kota Bekasi (jl. H Juanda). Kemudian pada tahun 1982, saat Bupati dijabat oleh Bapak H. Abdul Fatah Gedung Perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi kembali dipindahkan ke Jl. A. Yani No.1 Bekasi. Pasalnya perkembangan Kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya Kecamatan Bekasi menjadi Kota Administratif Bekasi yang terdiri atas 4 kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1981, yaitu Kecamatan Bekasi Timur, bekasi Selatan, Bekasi Barat dan Bekasi Utara, yang seluruhnya menjadi 18 kelurahan dan 8 desa.
Peresmian Kota Administratif Bekasi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 April 1982, dengan walikota pertama dijabat oleh Bapak H. Soedjono (1982 – 1988). Tahun 1988 Walikota Bekasi dijabat oleh Bapak Drs. Andi Sukardi hingga tahun 1991 (1988 - 1991, kemudian diganti oleh Bapak Drs. H. Khailani AR hingga tahun (1991 – 1997)
Pada Perkembangannya Kota Administratif Bekasi terus bergerak dengan cepat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan roda perekonomian yang semakin bergairah. Sehingga status Kotif. Bekasi pun kembali di tingkatkan menjadi Kotamadya (sekarang "Kota") melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1996 Menjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi saat itu adalah Bapak Drs. H. Khailani AR, selama satu tahun (1997-1998).
Selanjutnya berdasarkan hasil pemilihan terhitung mulai tanggal 23 Pebruari 1998 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi definitif dijabat oleh Bapak Drs. H Nonon Sonthanie (1998-2003). Setelah pemilihan umum berlangsung terpilihlah Walikota dan Wakil Walikota Bekasi yaitu : Akhmad Zurfaih dan Moechtar Muhammad (perode 2003 - 2008).
Dan berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi, dengan wilayah terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamatan (termasuk Kecamatan Cibarusah) dan 95 desa. Angka-angka tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi dengan motto "SWATANTRA WIBAWA MUKTI".
Pada tahun 1960 kantor Kabupaten Bekasi berpindah dari Jatinegara ke kota Bekasi (jl. H Juanda). Kemudian pada tahun 1982, saat Bupati dijabat oleh Bapak H. Abdul Fatah Gedung Perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi kembali dipindahkan ke Jl. A. Yani No.1 Bekasi. Pasalnya perkembangan Kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya Kecamatan Bekasi menjadi Kota Administratif Bekasi yang terdiri atas 4 kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1981, yaitu Kecamatan Bekasi Timur, bekasi Selatan, Bekasi Barat dan Bekasi Utara, yang seluruhnya menjadi 18 kelurahan dan 8 desa.
Peresmian Kota Administratif Bekasi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 April 1982, dengan walikota pertama dijabat oleh Bapak H. Soedjono (1982 – 1988). Tahun 1988 Walikota Bekasi dijabat oleh Bapak Drs. Andi Sukardi hingga tahun 1991 (1988 - 1991, kemudian diganti oleh Bapak Drs. H. Khailani AR hingga tahun (1991 – 1997)
Pada Perkembangannya Kota Administratif Bekasi terus bergerak dengan cepat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan roda perekonomian yang semakin bergairah. Sehingga status Kotif. Bekasi pun kembali di tingkatkan menjadi Kotamadya (sekarang "Kota") melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1996 Menjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi saat itu adalah Bapak Drs. H. Khailani AR, selama satu tahun (1997-1998).
Selanjutnya berdasarkan hasil pemilihan terhitung mulai tanggal 23 Pebruari 1998 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi definitif dijabat oleh Bapak Drs. H Nonon Sonthanie (1998-2003). Setelah pemilihan umum berlangsung terpilihlah Walikota dan Wakil Walikota Bekasi yaitu : Akhmad Zurfaih dan Moechtar Muhammad (perode 2003 - 2008).
TEMPAT WISATA
DI BEKASI
1. Taman
Buaya Indonesia Jaya
Taman Buaya
Indonesia Jaya terletak di pinggir jalan Cikarang – Cibarusah, Serang Baru,
Bekasi. Selain melihat penangkaran buaya, juga ada pertunjukan atraksi buaya –
manusia yang sangat menarik.
2. Vihara
Dharma Jaya
Vihara Dharma
Jaya berada di Jalan Kalong, Kelurahan Bojong Rawa Lumbu, Kecamatan Rawa Lumbu,
Bekasi.
3. Waterboom
Wisata
Waterboom ini terletak di dalam kawasan perumahan Lippo Cikarang, Cikarang,
Bekasi.
4. Bumi
Perkemahan Karang Kitri
Wisata alam
Bumi Perkemahan Karang Kitri merupakan bumi perkemahan alam di Desa Karang
Mulya, Bojong Manggu, Bekasi, dengan panorama yang indah.
5. Gedung
Juang 45
Wisata
bersejarah Gedung Juang 45 adalah museum dan perpustakaan yang terletak di Jl.
Sultan Hasanuddin, Kecamatan Tambun Selatan, Bekasi.
6. Kelenteng
Hok Lay Kion
Kelenteng Hok
Lay Kion bisa anda temukan di Jalan Kenari 1, Kelurahan Margahayu Bekasi Timur,
yang telah berusia antara 300 – 400 tahun. Kelenteng Hok Lay Kion berarti
istana pembawa berkah.
7. Masjid Al
Arief
Wisata religi
Masjid Al Arief berlokasi di Jalan Djunda, sebelumnya bernama Masjid Muhajirin,
pernah menjadi salah satu pusat pergerakan pemuda Islam di Bekasi melawan
penjajahan Belanda dan Jepang.
8. Pura Agung
Tirta Buana
Wisata Pura
Agung Tirta Buana ini berlokasikan di Jl. Jatiluhur I, Jaka Sampurna,
Kalimalang, Bekasi – Barat.
9. Masjid
Jami al-Hidayah
Wisata Masjid
Jami al-Hidayah terdapat di Kaliabang Bungur, perempatan Jalan Kompleks Seroja,
didirikan pada 1935 oleh KH Noer Ali, Ust. Burhanuddin, H. Thoha dll, pernah
menjadi markas penggemblengan laskar Hizbullah / Sabilillah untuk melawan
Belanda.
10. Pantai
Muara Bendera
Pantai Muara
Bendera yang merupakan salahsatu dari beberapa objek wisata bertajuk pandai ini
terletak di Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, dengan hutan bakau
dan beberapa jenis satwa.
11. Pantai
Muara Beting
Pantai Muara
Beting terletak di Desa Pantai Bahagia, Muara Gembong, dengan hutan bakau
dimana banyak burung yang bermigrasi dari Laut China Selatan dan Laut Pasifik
antara September – Februari, ada lutung dan buaya jenis rawa.
12. Situ Gede
Tempat
berlibur yang cukup indah Situ Gede ini terletak di Rawalumbu yang belum
dikembangkan. Kondisi alam di sekitarnya masih asri dengan pepohonan produktif
dan udara yang cukup sejuk.
13. Saung
Ranggon
Wisata Saung
Ranggon ini terletak di Desa Cikedokan, Cikarang Barat, Bekasi, yang mana
tempat wisata ini pertama kalinya dibangun oleh Pangeran Rangga yang adalah
keturunan Pangeran Jayakarta.
14. Pantai
Muara Gembong
Wisata
bertajuk Pantai yang dijuluki dengan nama Pantai Muara Gembong berada di Desa
Pantai Sederhana, Muaragembong, 40 km dari tol Cikarang. Selain hutan bakau,
pesisir pantai penuh dengan tambak ikan dan udang milik warga. Kondisi jalanan
masih belum memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar